Selasa, 17 Januari 2012

ASI dalam UU Kesehatan

ASI dalam UU Kesehatan baru No 36/2009

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
Disebutkan dalam Pasal 128 ayat (1) bahwa setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pemberian air susu ibu eksklusif” adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6 bulan,dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi.
Sedangkan kriteria apakah “indikasi medis” itu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “indikasi medis” dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan memberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medis yang ditetapkan oleh tenaga medis

Lebih lanjut lagi dinyatakan bahwa selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus yang diadakan di tempat kerja dan sarana umum [Pasal 128 ayat (2) dan ayat (3)]
Catatan AIMI tentang Pasal 128:

Tidak dijelaskan secara terperinci, apa sajakah kriteria “indikasi medis” yang dapat menyebabkan seorang ibu tidak dapat memberikan ASI. Dalam penjelasan hanya disebutkan bahwa indikasi medis ini ditetapkan oleh tenaga medis. AIMI menyarankan bahwa yang dimaksud dengan ”indikasi medis” tersebut hendaknya mengacu pada ketentuan World Health Organization (WHO) No. WHO/NMH/NHD/09.01 WHO/FCH/CAH/09.01 regarding Acceptable medical reasons for use of breast-milk substitutes tahun 2009.
Kriteria fasilitas khusus di tempat kerja dan sarana umum untuk mendukung pemberian ASI dan ibu menyusui hendaknya dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pelaksana undang-undang dalam bentuk Peraturan Pemerintah, walaupun hal ini tidak dinyatakan dalam Pasal 128 UU Kesehatan.

PERAN PEMERINTAH
Peran pemerintah pun secara tegas dinyatakan dalam Pasal 129 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. Kebijakan yang berupa pembuatan norma, standar, prosedur dan kriteria tersebut tersebut selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah [Pasal 239 ayat (2)]. Peraturan Pemerintah tersebut harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan UU Kesehatan (Pasal 202) ini yaitu tanggal 13 Oktober 2009, sehingga PP paling lambat sudah harus dikeluarkan pada 13 Oktober 2010.

SANKSI PIDANA
Kelebihan dalam UU Kesehatan ini adalah adanya sanksi pidana yang dinyatakan secara tegas dalam Pasal 200. Sanksi pidana tersebut dikenakan bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2). Ancaman pidana yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Catatan AIMI tentang Pasal 200:
Berbeda dengan beberapa peraturan perundangan yang memuat ketentuan pidana yang biasanya diawali dengan kalimat ”barang siapa”, ketentuan pidana dalam UU Kesehatan ini dimulai dengan kalimat ”setiap orang”. Perbedaannya adalah kalimat ”barang siapa” berarti orang perorangan dan badan hukum. Sedangkan ”setiap orang” berarti orang perorangan. Namun demikian, bukan berarti bila tindak pidana dilakukan oleh korporasi/badan hukum maka tidak ada sanksi pidana baginya, sesuai dengan ketentuan tentang badan hukum, maka pengurusnyalah yang bertanggung jawab atas dugaan pidana tersebut (misalnya dalam perseroan terbatas, yang bertanggung jawab adalah direktur). Lebih lanjut dalam Pasal 201 dinyatakan bahwa bila tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang disebutkan dalam Pasal 200 [berarti pidana denda bagi korporasi yang melanggar Pasal 200 adalah paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta Rupiah)]. Dalam Pasal 201 ayat (2) disebutkan pula bahwa selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.

PENGATURAN TENTANG PROMOSI SUSU FORMULA
Tidak secara spesifik disebutkan tentang pengaturan promosi susu formula, namun promosi susu formula haruslah memenuhi ketentuan dalam Pasal 110 yang berbunyi:
“Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang mengecoh dan/atau disertai klaim yang tidak dibuktikan kebenarannya”

BERLAKUNYA UU KESEHATAN
UU Kesehatan ini berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 13 Oktober 2009. Dengan adanya UU Kesehatan baru ini, maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, sedangkan semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU Kesehatan ini.

REKOMENDASI AIMI ATAS UU KESEHATAN INI
Dimasukkannya pasal-pasal yang menyangkut pemberian asi sebagaimana disebutkan di atas merupakan suatu langkah maju bagi upaya peningkatan dan perlindungan pemberian ASI di Indonesia. Namun demikian, tetap diperlukan adanya peraturan pelaksana yang lebih spesifik mengatur tentang perlindungan pemberian ASI bagi ibu menyusui. Pasal-pasal tentang ASI dalam UU Kesehatan ini dapat menjadi suatu landasan yang kuat untuk diterbitkannya peraturan perundangan yang mengatur tentang pemasaran susu formula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar